Langsung ke konten utama

SIAPAKAH PUSAT ALAM SEMESTA INI?


PUSAT ALAM SEMESTA
Dari jendela cafe, Nadira melihat Bandung yang murung. Tiba- tiba saja Nadira merasa hitam dan kelabu berkelebat seperti bayang-bayang, membuatnya kedinginan dan kesepian disaat yang bersamaan. Ini bukan salah kota Bandung, kota ini bahkan sangat sempurna dengan sang surya yang membara serta segala hingar-bingarnya. Hanya saja pemandangan di luar itu terus membuatnya bertanya-tanya, apakah sebenarnya pusat dari alam semesta ini? Atau haruskah ia katakan siapakah sebenarnya pusat dari alam semesta ini? Selama hidup setiap jiwa pasti hanya pernah berdiam dalam satu raga saja, hal ini membuat setiap orang pasti pernah berpikir bahwa mereka adalah pusat dari alam semesta ini. Begitu pula dengan Nadira. Sering terpikir olehnya bahwa orang lain hanyalah figuran atau bahkan penonton di alam semesta ini, sementara Nadira sang pemeran utama. Bagaimana tidak, hidup ini memang terasa seperti mengintari dirinya saja.
Ini memang bukan kali pertamanya menginjakkan kaki di Tanah Sunda ini. Namun, peta kota ini terlalu besar untuk dapat muat dalam otak Nadira yang sudah karatan. Alhasil di sinilah Nadira, sendiri dengan segala keputus asaan, mata sembab dan kaki yang terlalu lelah hanya untuk sekedar berdiri. Ditambah lagi Nadira harus melihat pemandangan di luar sana, melihat mereka yang berhasil meraih sesuatu yang sangat ia impikan selama ini yaitu, Mewakili Tanah Pertiwi diajang Iranian Geometry Olympiad. Ditambah lagi ini tahun terakhir Nadira mendapatkan kesempatan untuk ini, karena tahun depan mau tak mau ia harus menyeret kakinya ke bangku kuliah. Ia malah mengacaukan kesempatan dan harapan terakhirnya untuk bebas. Ya, ia akan pulang dengan tangan hampa. Lagi. Namun kali ini ada yang berbeda dari sebelumnya. Dia akhirnya sadar betapapun ia mencoba untuk mengejar mimpinya, ia tetap tak bisa. Dia, Nadira Zaaztiva harus menyerah.
***
Penyair Robert Frost pernah menyatakan bahwa rumah adalah tempat tujuan kita, sebuah tempat yang akan memeluk kita. Rumah seharusnya adalah tempat dimana kita bisa merasa pulang. Namun, tempat ini tak lagi menjadi rumah bagi nadira. Ia tak tau sejak kapan, yang pasti walau otaknya bersikeras menyeret kakinya ke tempat ini, hatinya akan selalu ingin berlari sejauh mungkin dari sini. Mungkin memang ini semua dimulai dari peristiwa kegagalan Nadira saat itu. Seandainya saja ia tak gagal saat itu, pasti sekarang ia sudah bebas dari tempat ini. Nadira menghela napas untuk kesekian kalinya. “Welcome to The Hell” bisik Nadira saat memasuki pintu rumahnya.
“Jadi, kamu akan tetap memilih universitas pilihan ibu kan? Sesuai dengan kesepakatan kita” ibu Nadira yang tengah duduk di sofa terdiam beberapa saat akibat ponselnya berdering, ia memilih mengabaikannya, “Nih ya, universitas disini itu juga tidak jauh lebih jelek daripada yang di jawa kok. Ibu ingatkan sekali lagi, kamu itu anak satu-satunya, Perempuan lagi. Beda sama sepupumu itu, dia itu laki-laki jadi pasti bisa jaga diri. Nah kamu? Intinya ibu tidak terima kalau kamu kuliah jauh-jauh. Rasanya lebih baik ibu mati saja daripada harus jauh-jauh dari kamu” sambung ibu Nadira dengan suara tercekat. Nadira hanya mematung menatap pintu kamarnya. Ponsel ibu mulai berdering lagi, kali ini ibu Nadira memilih berhenti mengabaikannya. Sedangkan Nadira memilih bersembunyi ke dalam gua-nya.
Nadira mengedarkan pandangannya pada seisi kamarnya. Tak ada yang istimewa memang dari kamar ini. Namun, kamar dengan dominasi putih maroon ini adalah satu-satunya tempatnya untuk bersembunyi dari seisi dunia yang tak berhenti menghantam dirinya dengan segala hujaman kata-kata yang selalu berhasil menghancurkan hatinya. Air mata sudah tak dapat mengucur lagi dari matanya. Air mata itu sudah kering bersamaan dengan menguapnya segala impian Nadira untuk dapat berkuliah di Institut Teknologi Bandung seperti yang selalu diimpikannya sejak berusia sepuluh tahun. Ibu Nadira memang berpikiran kuno. Ia berpikir anak perempuan tidak pantas untuk bersekolah ditepat nun jauh.
Hari ini Nadira baru saja menyelesaikan pendaftaran UM nya. Tentu saja dia mengikuti kemauan ibunya. Berbeda dengan sebagian besar teman-temannya yang tidak perlu mengikuti UM karena mereka telah diterima dibeberapa universitas negeri maupun kedinasan melalui jalur lainnya sedangkan sebagian kecil lainnya tengah sibuk-sibuknya mengurus keberangkatan mereka ke luar negeri karena permohonan beasiswa mereka diterima. Dan disinilah Nadira yang bahkan tak memiliki kesempatan untuk mencoba.
Suara ketukan pintu terdengar, “Dira!” tentu saja Nadira mengenal suara itu, tampaknya dia telah selesai menelpon, “Nad! Cepat keluar, pembicaraan kita belum selesai.”
Nadira membuka pintu kamarnya. Tanpa menoleh ke perempuan paruh baya dihadapannya itu, Ia langsung berjalan menuju sofa depan kamarnya. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya.
“Tadi ibu ditelepon Bu Nirmala. Dia tanya kenapa kamu tidak daftar beasiswa YTB Turki, padahal banyak teman kamu yang daftar dan lolos. Lagian katanya kepala sekolahmu sendiri yang beri tau kamu info ini kan? Kamu kenapa tidak beri tahu ibu kalau ada beasiswa macam itu? Kalau kamu lolos juga kan lumayan. Kamu itu bodoh sekali yah” kata ibu Nadira setelah ia duduk di sebelah Nadira
“Loh? Bukannya beberapa menit yang lalu ibu baru saja mengatakan lebih baik mati daripada jauh jauh dariku? Kenapa malah sekarang ibu mau aku dapat beasiswa YTB itu?”
“Aduh, kamu ini memang bodoh yah. Kenapa kesempatan macam itu malah kamu siasiakan? Bu Nirmala tadi menyayangkan sekali loh, katanya disana itu bagus sekali apalagi disana negara islam kan? Jadi kamu pasti aman, beasiswa penuh lagi. kamu itu yah! Seandainya kamu lolos pasti ibu sangat bangga sama kamu!” Suara ibu Nadira mulai meninggi. “Ya sudah! Yang penting kamu tetap kuliah di universitas pilihan ibu saja! Jangan lupa kesepakatan kita!”
 “Baiklah, karena ibu memulai lagi dan aku sudah sangat muak.” Nadira menghela napas sambil menatap ibunya datar, “Ya, kita telah sepakat bukan? kalau aku memenangkan Iranian Geometry Olimpiad itu ibu akan mengizinkanku berkuliah dimanapun. Namun kenyataannya aku gagal dan aku tau kalau aku harus mengikuti kemauan ibu. Aku tau batasanku, ibu tidak perlu mengingatkanku berulang kali karena itu adalah satu-satunya hal yang tak ingin ku bahas lagi. Dan tentang beasiswa itu, pertama Kepala sekolah memang memberitahu ku soal beasiswa ini, tapi itu setelah pendaftarannya tertutup. Dan kedua, kupikir takkan ada gunanya juga aku memberitahu ibu, ibu takkan mendengarkan omongan anak kecil macam aku kan? Kenapa? Karena ibu terlalu egois, keras kepala dan bahkan ibu sangat mudah untuk terhasut perkataan orang. Ya kan? Itulah sebabnya ibu tidak mengizinkan aku berkuliah di bandung. Dan ya, seperti yang selalu ibu harapkan, sepertinya sekarang aku akan terjebak di tempat ini selamanya karena bahkan sampai aku membusuk sekalipun takkan ada yang peduli dengan impian dan pendapat anak kecil sepertiku, mengapa? Karena aku hanya seorang remaja perempuan yang tak pernah berhasil menjuarai olimpiade sehingga semua orang hanya meremehkanku. Satu-satunya hal yang akan terjadi di hidupku adalah terjebak dalam pikiran kuno dan prasangka buruk ibu. Sekian dan terima kasih”
 “Oh, astaga sekarang kamu mulai berani kasar ke ibu yah? Jangan sampai kamu jadi anak yang durhaka yah! Selama ini ibu tidak pernah mendidik kamu untuk berani berkata begitu ke ibu! Kamu memang anak tidak tau diuntung!” teriak ibu Nadira. Tangannya sudah bersiap menampar wajah Nadira ketika Nadira bangkit dari sofa.
 “Oh astaga, maafkan aku karena aku telah menumpahkan isi hatiku bu. Tapi tampaknya aku mulai berubah pikiran, aku muak dengan semua ini.” Sahut Nadira sambil tersenyum pahit lalu masuk, mengunci kamar dan menyusun rencananya.
***
            Setelah rencananya berhasil dan menetap selama 2 tahun di Bandung, Nadira mengira kota ini akan berubah menjadi cerah sesuai dengan yang selalu di impikannya. Namun, kelebat hitam dan bayangan-bayangan itu tak kunjung sirna juga. Bandung masih murung. Ia terdiam menatap lautan awan yang menari-nari mengiringi kepergian sang mentari di Tebing Karaton ini. Pemandangan ini harusnya dapat menentramkan hati siapapun yang melihatnya, namun pertanyaan itu masih bergemuruh dalam hati Nadira; Siapakah sebenarnya pusat dari alam semesta ini? Nadira masih juga belum mendapatkan jawabannya. Jika memang ia adaah pusat dari alam semesta ini, seharusnya ia dapat dengan mudah menghilangkan kelebat hitam dan bayang-bayang itu dari hidupnya. Tapi tidak, bayangan itu semakin lama malah semakin membutakan matanya. Ia kehilangan arah, seperti alam semesta yang kehilangan pusatnya.
***
Jeneponto, 09 September 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater Tradisional Samba Paria dari Sulawesi Barat

Adegan 1             Ketika sang raja sedang berburu di sebuah hutan belantara bersama kedua prajurit kesayangannya, Ia mencium bau masakan ditengah hutan tersebut. Raja                    : “Wah, sepertinya aku mencium bau masakan yang sangat lezat disini, tapi inikan ditengah hutan, mana ada orang yang tinggal disini.” Prajurit 1            : “Maaf yang mulia, tapi sepertinya memang benar ada orang yang tinggal disini. Karena saya pernah melihat sebuah gubuk yang tertutup rapat oleh tanaman paria, namun sepertinya tanaman paria itu ada yang merawatnya, wahai baginda Raja” Prajurit 2            : “Benar yang mulia, kata para warga yang sering mencari kayu bakar di sekitar sini, ada seorang gadis cantik jelita bernama Samba Paria yang tinggal hanya bersama kakaknya.” Raja                    : “Wah.. Benarkah begitu? Hmm... Sepertinya aku harus menemui gadis itu! Siapa tau dia bisa menjadi koleksi ke 100 ku! Hahahahahahahahahaha! Baiklah ayo kita berangkat!” Prajurit 1

SMA: REGRET IN SENIOR YEAR OF HIGH SCHOOL

Halo, mbak-mbak, mas-mas, kakak-kakak, dan terutama dede-dede sekaliaann!! *Inhale-exhale* Ok, ini pertama kalinya gw nulis artikel macam ginian, Biasanya gw cuma ngapload-ngapload karya-karya ga jelas gw. hehe. But well, kali ini gw pengen mencoba sesuatu yang lebih berguna buat orang-orang terutama buat dede-dede emess diluaran sana yang masih SMP atau mungkin masih kelas 10/11 yang belum merasakan kerasnya pertarungan di rimba “ SENIOR YEAR OF HIGH SCHOOL ”. “Hah? Apaan sih kak, lebay banget. Biasa aja kali. Bubarr aja deh, bubaarr!” Eitss, tunggu dulu. Seriusan deh, mending lu baca artikel ini sampai habis. Soalnya bukannya gw mau sok menggurui ya, tapi ini itu berdasarkan pengalaman, cacian , hinaan , dan penyesalan dalam diri gw sendiri dan kebanyakan orang di luran sana. Jadi yah intinya ini itu adalah 5 HAL YANG GW SESALIN SAAT SENIOR YEAR DI SMA! Yup, Mending kita langsung aja deh daripada lu keburu tidur karena intronya kebanyakan. haha. PENYESALAN PERTAMA: KENA

Naskah Drama Persahabatan dengan 4 pemain

BEST FRIEND FOREVER Adegan   1        Suatu hari Yuri, Marie, Adinda, dan Carly   ingin membentuk sebuah grup yang   bernama BEST FRIEND FOREVER. Marie                     :”Teman-teman bagaimana kalau kita buat grup!” Yuri                        :”Bagus juga,tapi nama grupnya apa ?” Adinda                  :”Bagaimana kalau nama grupnya itu best friend forever” Carly                      :”Ihh nama grupnya kampungan banget sih!” Yuri                        :”Ihh carly jangan gitu dong,kita nggak boleh saling ngejek kayak gitu!” Adinda                  :”Tuh dengerin!” Marie                     :”Jangan ribut dong ,nggak apa apa itu aja” Carly                      :”Ya udah best friend forever aja” Marie                     :”Kita bikin tossnya yuk” Yuri                        :”Begini saja Marie bilang best, Aku bilang friend, Carly bilang for dan Adinda    bilang ever sambil ngulurin tangan.” Adinda                  :”Lalu bagaimana kalau kita ngan